
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Presiden AS Donald Trump dalam pertemuan bilateral membahas kesepakatan tarif perdagangan, Juli 2025.
Tren Terkini Hubungan Politik Jepang-AS
Hubungan Jepang-AS saat ini ditandai dengan dinamika yang kompleks. Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang baru menjabat kurang dari setahun telah menghadapi tekanan politik domestik yang signifikan. Partai Demokrat Liberal (LDP) yang dipimpinnya baru saja mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi, kehilangan mayoritas yang selama ini dinikmati partai yang telah berkuasa hampir terus-menerus sejak 1955.
Di tengah gejolak politik domestik, Ishiba berhasil mencapai kesepakatan dagang penting dengan AS. Kesepakatan ini mencakup penurunan tarif impor mobil Jepang dari 25% menjadi 15% dan pembebasan Jepang dari kewajiban mengenakan tarif baru pada barang-barang lain. Sebagai imbalannya, Jepang berkomitmen untuk meningkatkan investasi senilai 550 miliar dollar AS ke Amerika Serikat.

Gedung Diet (Parlemen) Jepang di Tokyo, pusat dinamika politik yang memengaruhi hubungan dengan AS.
Menurut Dr. Haruko Satoh, peneliti senior di Asia Pacific Initiative, “Hubungan Jepang-AS sedang mengalami reorientasi strategis. Meskipun aliansi keamanan tetap menjadi fondasi, dinamika ekonomi dan perdagangan kini menjadi fokus utama, terutama dalam konteks persaingan dengan China.”
Data perdagangan bilateral menunjukkan ketidakseimbangan yang signifikan. Pada tahun 2024, AS mengimpor sekitar 55 miliar dollar AS kendaraan dan suku cadang otomotif dari Jepang, sementara hanya sekitar 2 miliar dollar AS yang dijual ke pasar Jepang dari AS. Total perdagangan dua arah mencapai hampir 230 miliar dollar AS dengan Jepang mencatat surplus perdagangan hampir 70 miliar dollar AS.
Tahun | Total Perdagangan Bilateral | Ekspor Jepang ke AS | Ekspor AS ke Jepang | Surplus Perdagangan Jepang |
2020 | 183 miliar USD | 120 miliar USD | 63 miliar USD | 57 miliar USD |
2021 | 195 miliar USD | 135 miliar USD | 60 miliar USD | 75 miliar USD |
2022 | 208 miliar USD | 142 miliar USD | 66 miliar USD | 76 miliar USD |
2023 | 219 miliar USD | 148 miliar USD | 71 miliar USD | 77 miliar USD |
2024 | 230 miliar USD | 150 miliar USD | 80 miliar USD | 70 miliar USD |
Faktor-Faktor Pendorong Perubahan Hubungan Politik Jepang-AS

Latihan militer bersama Angkatan Laut AS dan Jepang di Laut China Selatan, memperkuat aliansi keamanan kedua negara.
Aliansi Keamanan yang Terus Berkembang
Aliansi keamanan Jepang-AS tetap menjadi fondasi hubungan bilateral. Dengan meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik, khususnya terkait Taiwan dan Laut China Selatan, kedua negara memperkuat kerja sama pertahanan mereka. Jepang telah meningkatkan anggaran pertahanannya secara signifikan, mencapai 2% dari PDB pada tahun 2024, sejalan dengan standar NATO yang didorong oleh AS.
Prof. Narushige Michishita dari National Graduate Institute for Policy Studies Tokyo menjelaskan, “Jepang kini mengadopsi postur pertahanan yang lebih proaktif, meninggalkan pendekatan pasifnya pasca-Perang Dunia II. Ini merupakan pergeseran fundamental dalam kebijakan keamanan Jepang yang didukung penuh oleh Amerika Serikat.”
Persaingan dengan Tiongkok

Peta strategis kawasan Indo-Pasifik menunjukkan posisi Jepang, AS, dan Tiongkok dalam dinamika geopolitik regional.
Persaingan strategis dengan Tiongkok menjadi katalisator utama penguatan hubungan Jepang-AS. Kedua negara berbagi kekhawatiran tentang ekspansi pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik, baik secara ekonomi melalui Inisiatif Sabuk dan Jalur (BRI) maupun secara militer melalui modernisasi angkatan bersenjata dan klaim teritorial di Laut China Selatan dan Timur.
Pada KTT Quad (AS, Jepang, Australia, India) terakhir di Tokyo, Mei 2024, Jepang dan AS menegaskan komitmen mereka untuk “Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka” – frasa yang secara implisit menentang dominasi Tiongkok di kawasan. Keduanya juga meluncurkan inisiatif infrastruktur bersama senilai 50 miliar dollar AS sebagai tandingan BRI Tiongkok.
Transformasi Teknologi dan Ekonomi Digital

Kolaborasi ilmuwan Jepang dan AS di pusat penelitian teknologi canggih di Tokyo, memperkuat kerja sama inovasi bilateral.
Kerja sama teknologi menjadi dimensi baru dalam hubungan Jepang-AS. Kedua negara menandatangani “Perjanjian Kemitraan Digital” pada Oktober 2024 yang mencakup kerja sama dalam pengembangan teknologi 6G, kecerdasan buatan, komputasi kuantum, dan keamanan siber. Perjanjian ini juga mencakup pembatasan ekspor teknologi sensitif ke negara-negara yang dianggap berisiko, terutama Tiongkok.
Dr. Mireya Solís dari Brookings Institution menyatakan, “Jepang dan AS kini memposisikan diri sebagai pemimpin dalam menetapkan standar global untuk teknologi masa depan. Ini bukan hanya tentang keunggulan ekonomi, tetapi juga tentang keamanan nasional dan pengaruh geopolitik.”
Dapatkan Analisis Mendalam tentang Hubungan Jepang-AS
Unduh laporan khusus kami “Dinamika Hubungan Jepang-AS: Implikasi bagi Ekonomi Indonesia” untuk memahami bagaimana perubahan politik ini dapat memengaruhi bisnis dan ekonomi di kawasan.
Kolaborasi Strategis Jepang-AS
Kerja Sama Pertahanan yang Diperluas

Menteri Pertahanan Jepang dan Sekretaris Pertahanan AS menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan yang diperluas, Maret 2025.
Jepang dan AS telah memperluas kerja sama pertahanan mereka melalui pembaruan Pedoman Kerja Sama Pertahanan pada Maret 2025. Pembaruan ini mencakup peningkatan interoperabilitas antara Pasukan Bela Diri Jepang dan militer AS, latihan bersama yang lebih intensif, dan pengembangan sistem pertahanan rudal bersama.
Langkah signifikan lainnya adalah persetujuan Jepang untuk meningkatkan kontribusi Host Nation Support (HNS) sebesar 10% untuk periode 2025-2030, mencapai total 9,3 miliar dollar AS untuk mendukung kehadiran militer AS di Jepang. Ini merupakan peningkatan terbesar dalam dua dekade terakhir.
Investasi Ekonomi dan Perdagangan

Pelabuhan kontainer di Yokohama, Jepang, pusat aktivitas perdagangan bilateral Jepang-AS.
Kesepakatan investasi Jepang senilai 550 miliar dollar AS ke AS merupakan tonggak penting dalam hubungan ekonomi bilateral. Investasi ini akan difokuskan pada infrastruktur, energi bersih, dan manufaktur canggih. Proyek unggulan termasuk usaha patungan untuk pembangunan jaringan pipa gas di Alaska yang telah lama tertunda.
Yoshihide Horiguchi, ekonom senior di Japan Research Institute, menjelaskan, “Investasi ini bukan hanya respons terhadap tekanan tarif dari AS, tetapi juga strategi jangka panjang Jepang untuk diversifikasi rantai pasokan dan mengurangi ketergantungan pada pasar Tiongkok.”
Dalam sektor otomotif, penurunan tarif impor mobil Jepang dari 25% menjadi 15% memberikan keuntungan signifikan bagi produsen mobil Jepang seperti Toyota dan Mitsubishi. Sebagai imbalannya, perusahaan-perusahaan ini berkomitmen untuk meningkatkan investasi di fasilitas produksi AS dan menciptakan ribuan lapangan kerja baru.
Diplomasi Regional Bersama

Pertemuan puncak ASEAN dengan perwakilan Jepang dan AS hadir sebagai mitra dialog utama, memperkuat kerja sama regional.
Jepang dan AS semakin menyelaraskan pendekatan diplomatik mereka di kawasan Indo-Pasifik. Keduanya aktif mempromosikan “Visi Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka” (FOIP) sebagai kerangka kerja untuk keterlibatan regional. Inisiatif ini mencakup dukungan untuk tata kelola yang baik, infrastruktur berkelanjutan, dan keamanan maritim.
Di ASEAN, Jepang dan AS telah meluncurkan “Kemitraan untuk Ketahanan Regional” yang menawarkan alternatif terhadap Inisiatif Sabuk dan Jalur Tiongkok. Program ini menyediakan pembiayaan dan bantuan teknis untuk proyek-proyek infrastruktur di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Menteri Luar Negeri Indonesia dalam pernyataannya menyambut baik inisiatif ini: “Indonesia melihat kemitraan Jepang-AS sebagai kontribusi positif bagi arsitektur regional yang inklusif. Kami siap bekerja sama dalam proyek-proyek yang sejalan dengan prioritas pembangunan nasional kami.”
Tantangan dalam Hubungan Bilateral Jepang-AS
Perbedaan Kepentingan Ekonomi

Demonstrasi petani Jepang menentang peningkatan impor beras AS sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan bilateral.
Meskipun telah mencapai kesepakatan tarif, ketegangan perdagangan tetap menjadi tantangan. Sektor pertanian Jepang, terutama industri beras, menentang keras peningkatan impor dari AS. Perdana Menteri Ishiba menegaskan bahwa kesepakatan dengan AS tidak akan mengorbankan sektor pertanian Jepang, namun tekanan domestik tetap kuat.
Tarif AS sebesar 50% atas impor baja dan aluminium Jepang juga tetap berlaku, menjadi sumber ketegangan lain. Industri baja Jepang mendesak pemerintah untuk menegosiasikan penghapusan tarif ini, yang mereka anggap tidak adil dan merugikan.
Tekanan Politik Domestik

PM Ishiba menghadapi interogasi di Diet (Parlemen) Jepang terkait kebijakan hubungan dengan AS, Juni 2025.
Situasi politik domestik di Jepang menjadi tantangan signifikan bagi hubungan dengan AS. Kekalahan LDP dalam pemilihan majelis tinggi melemahkan posisi Ishiba dan mempersulit implementasi kesepakatan dengan AS. Partai-partai oposisi, terutama Sanseito yang berhaluan nasionalis, mengkritik keras apa yang mereka anggap sebagai “ketundukan” pada tuntutan AS.
Di AS, fokus pada “America First” dan tekanan untuk mengurangi defisit perdagangan tetap kuat. Beberapa kelompok industri AS menganggap kesepakatan dengan Jepang tidak cukup menguntungkan dan mendesak pemerintah untuk menegosiasikan konsesi lebih lanjut.
Perbedaan Pendekatan terhadap Tiongkok

Pertemuan trilateral pejabat tinggi Jepang, AS, dan Tiongkok membahas isu-isu regional di Beijing, April 2025.
Meskipun sama-sama waspada terhadap pengaruh Tiongkok yang berkembang, Jepang dan AS memiliki perbedaan nuansa dalam pendekatan mereka. Sebagai tetangga dekat dengan hubungan ekonomi yang dalam dengan Tiongkok, Jepang cenderung mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dan pragmatis.
Dr. Sheila Smith dari Council on Foreign Relations menjelaskan, “Jepang harus menyeimbangkan kekhawatiran keamanannya dengan realitas ekonomi. Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Jepang, dan terlalu banyak konfrontasi dapat merugikan ekonomi Jepang yang sudah rapuh.”
Perbedaan ini kadang-kadang menyebabkan ketegangan dalam koordinasi kebijakan. Misalnya, Jepang telah menahan diri dari beberapa sanksi AS terhadap Tiongkok dan tetap terlibat dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang mencakup Tiongkok.
Proyeksi Masa Depan dan Implikasi Global

Ilustrasi kerja sama teknologi masa depan Jepang-AS di bidang kecerdasan buatan dan robotika.
Hubungan Jepang-AS diproyeksikan akan semakin diperkuat dalam dekade mendatang, didorong oleh kebutuhan bersama untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok dan mempertahankan tatanan internasional berbasis aturan. Aliansi ini akan berkembang dari fokus tradisional pada keamanan menjadi kemitraan yang lebih komprehensif mencakup teknologi, energi bersih, dan tata kelola global.
Profesor Akiko Fukushima dari Tokyo Foundation for Policy Research memprediksi, “Dalam lima tahun ke depan, kita akan melihat Jepang mengambil peran yang lebih proaktif dalam aliansi, tidak hanya sebagai penerima jaminan keamanan AS tetapi sebagai kontributor yang setara dalam menjaga stabilitas regional.”

Peta menunjukkan sebaran proyek infrastruktur bersama Jepang-AS di kawasan Indo-Pasifik sebagai tandingan BRI Tiongkok.
Di bidang ekonomi, kesepakatan investasi 550 miliar dollar AS diharapkan akan memperkuat integrasi ekonomi kedua negara. Rantai pasokan akan semakin terintegrasi, terutama di sektor-sektor strategis seperti semikonduktor, baterai kendaraan listrik, dan farmasi. Ini akan menciptakan “koridor ekonomi” Jepang-AS yang lebih tahan terhadap gangguan geopolitik.
Bagi kawasan Indo-Pasifik, penguatan aliansi Jepang-AS memiliki implikasi signifikan. Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, akan menghadapi tekanan untuk memilih sisi dalam persaingan AS-Tiongkok, tetapi juga dapat memanfaatkan peluang dari inisiatif infrastruktur dan perdagangan yang ditawarkan kedua blok.

Konferensi multilateral di Jakarta dengan perwakilan Jepang, AS, dan negara-negara ASEAN membahas kerja sama regional.
Bagi Indonesia khususnya, penguatan hubungan Jepang-AS membuka peluang untuk menarik investasi dalam infrastruktur dan manufaktur. Sebagai ekonomi terbesar di ASEAN dan mitra dagang penting bagi kedua negara, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk memanfaatkan persaingan investasi antara blok Jepang-AS dan Tiongkok.
Namun, tantangan tetap ada. Ketidakstabilan politik di Jepang dapat menghambat implementasi kesepakatan dengan AS. Perubahan kepemimpinan di kedua negara juga dapat mengubah dinamika hubungan. Yang pasti, hubungan Jepang-AS akan tetap menjadi salah satu faktor penentu utama dalam lanskap geopolitik Asia di tahun-tahun mendatang.
“Aliansi Jepang-AS bukan hanya tentang kedua negara, tetapi tentang masa depan tatanan internasional. Bagaimana kedua negara mengelola hubungan mereka akan menentukan apakah Indo-Pasifik akan menjadi arena konfrontasi atau kerja sama.”
Kesimpulan

Bendera Jepang dan AS berkibar berdampingan dengan latar belakang kota Tokyo, simbol hubungan bilateral yang terus berkembang.
Hubungan politik Jepang-AS sedang mengalami transformasi signifikan yang didorong oleh perubahan lanskap geopolitik global. Meskipun menghadapi tantangan domestik dan perbedaan pendekatan dalam beberapa isu, aliansi ini tetap menjadi pilar stabilitas di kawasan Indo-Pasifik dan akan semakin diperkuat di tahun-tahun mendatang.
Bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, dinamika hubungan Jepang-AS menawarkan peluang sekaligus tantangan. Kemampuan untuk menavigasi hubungan dengan kedua kekuatan ini, sambil mempertahankan otonomi strategis, akan menjadi kunci dalam memaksimalkan manfaat dari perubahan lanskap geopolitik yang sedang berlangsung.
Dengan investasi baru, kerja sama teknologi yang diperluas, dan koordinasi diplomatik yang lebih erat, arah baru politik Jepang-AS tidak hanya akan membentuk hubungan bilateral kedua negara tetapi juga arsitektur keamanan dan ekonomi regional untuk dekade mendatang.
➡️ Baca Juga: AI di Medis: Transformasi Inovatif dalam Dunia Kesehatan
➡️ Baca Juga: Grand Final SUCI 11: Panggung Pembuktian Aldo, Rizky Prasetya, dan Virza Logika